Sabtu, 17 Januari 2009

"BURIED MY SELF ALIVE"


You almost always pick the best time,
to drop the worst lines.
You almost made me cry again this time.
Another false alarm,
red flashing lights.
Well this time I'm not going to watch myself die.

I think I made it a game to play your game
and let myself cry.
I buried myself alive on the inside,
so I could shut you out,
and let you go away for a long time. GET OUT!

I guess it's ok I puked the day away.
I guess it's better you trapped yourself in your own way.
And if you want me back,
you're gonna have to ask.

I think the chain broke away,
and I felt it the day that I had my own time
I took advantage of myself and felt fine.
But it was worth the night,
I caught an early flight and I made it home.

I guess its ok I puked the day away
I guess its better you trapped yourself in your own way.
And if you want me back
you're gonna have to ask
nicer than that
nicer than that...

With my foot on your neck
I finally have you,
Right where I want you,
Right where I want you,
Right where I want you,
Right where I want you

I guess its ok I puked the day away
I guess its better you trapped yourself in your own way
And if you want me back,
You're gonna have to ask

Nicer than that,(I guess its ok I puked the day away)
Nicer than that (I guess its better you trapped yourself in your own way)
Yeah, and if you want me back,
You're gonna have to ask
Nicer than that
Nicer!!
Nicer!!

Kamis, 15 Januari 2009

THE USED


Untuk kalangan pecinta musik emo, siapa sih yang ngga kenal The USED?! Sampai-sampai ada yang bilang: “bukan anak emo kalo ngga tau The USED”. Hahaha… Band asal Utah, USA ini baru terbentuk Januari 2001. Namun para personilnya sudah malang melintang di dunia permusikan sejak awal 90-an. Maka tak heran bila nama The USED langsung melambung sejak kehadiran album pertamanya (self-titled, Reprise Records, 2002), lewat genre baru yang banyak orang labeli sebutan “emo”, yaitu term baru dari inovasi hardcore/punk dengan unsur vokal merdu yang tradisional di part-part lagunya. Genre emo sendiri baru mewabah di Indonesia sekitar 3 tahun belakangan. Sebagai wujud apresiasi, akhirnya promoter JAVA Musikindo bersama Fruit Tea Star Music menggelar konser perdana “gods of emo” tersebut di Indonesia pada 13 Agustus kemarin.


Sebelumnya ada pertimbangan penting mengenai harga tiket yang tergolong muahal (untuk konser musik kalangan kawula muda), yaitu: Rp 650.000,- (festival) & Rp. 550.000,- (tribun). Apalagi di Agustus ini JAVA juga menggelar serangkaian 3 konser band mancanegara (Jakarta Jam!, The Used, Panic! At The Disco) dengan nominal tiket yang sama. Hiks! Akhirnya, beberapa hari sebelum hari H, tiket konser The USED diturunkan (hampir) separuh harga, menjadi: Rp 350.000,- (festival) & Rp. 300.000,- (tribun). Sedangkan bagi yang terlanjur membeli tiket pre-sale, duit lebihnya akan dikembalikan di lokasi konser. Maka, mulai sore hari itu ribuan massa terus mengalir menuju Tennis Indoor Senayan, yang semuanya memiliki niat yang sama: menonton The USED! Hampir 3000 pengunjung harus rela menunggu showtime yang baru dimulai jam 8:15 malam. Lalu semua lampu dipadamkan, terlihat ruangan gedung gelap gulita kecuali tata lampu kecil berkedip-kedip menyoroti tubuh personil. Sontak lengkingan penonton bersorak-sorai menyebut nama personil The USED, yang terdiri dari Bert McCracken (vokal), Quinn Allman (gitar/beking vokal), Jeph Howard (bass/beking vokal), & Dan Whitesides (dram) – sebagai pengganti dramer lama Branden Steineckert.


Salah satu single dari album terbarunya Lies for the Liars (Reprise Records, 2007), “The Bird and The Worm” membuka panggung dengan versi singkat – juga tanpa unsur orkes & choir seperti versi aslinya. Tak ada yang menduga kalau lagu yang bernuansa lirih dan gelap itu ditempatkan pada awal setlist. Biasanya kan, trigger sebuah show band rock – walau Bert juga mengklaim The USED ini “band hardcore” – lebih memilih beat lagu yang dapat memicu adrenalin audiens. Atau memang sudah diintruksikan dari promoter sendiri?! Ternyata, setiap pengunjung juga diberi “peringatan” lebih dulu yang tertera dibalik tiket, bahwa “Tidak diperkenankan Moshing, Bodysurfing,…”. Oh my Dog! Apa ini ngga konyol kedengarannya? Biar kami perjelas di sini, bahwa “setiap jenis musik memiliki tarian/dansa tersendiri”. Mulai dari hardcore, punk, ska, metal, sampai dangdut sekalipun, ada dansa khasnya. Justru hal-hal tersebut adalah elemen yang tidak terpisahkan dari setiap show musik, selama juga ngga merugikan orang lain. Ah, masa sih saya mesti bilang, kalo promoter harusnya banyak belajar lagi tentang dunia musik anak muda… Hahaha. Selanjutnya crowds baru diliarkan lewat lagu “Take it Away” dari album kedua In Love and Death (Reprise Records, 2004). Setelah empat lagu pertama, selesai “I Caught Fire (In Your Eyes)”, The USED mengisi improvisasi sekitar 5 menitan. Improvisasi lain pun juga dilakukan di sela-sela pertengahan show. Ada juga 3 lagu (“The Taste of Ink”, “All That I’ve Got”, “Buried Myself Alive”) yang mereka mainkan secara medley kaya kereta gandeng hehehe…


Tapi saya perhatikan, kenapa lightning panggung begitu minimal berpijar. Atau memang ini trik untuk meminimalis “pencurian” dokumentasi penonton, walau cuma menggunakan HP?! Background panggung pun tanpa terpampang banner band. Tak ada embel-embel menghiasi panggung selain personil The USED sendiri. Sangat disayangkan untuk band berkelas dunia seperti The USED, konsernya terlihat begitu konvensional. Berbeda dengan kawan band seperjuangan My Chemical Romance yang begitu megah di setiap pertunjukannya. Interaksi Bert dengan para penonton cukup komunikatif. Meski sejak beberapa awal lagu, vokalis yang selalu khas memakai sarung tangan ini selalu menakuti-nakuti dengan bilang: “ini lagu terakhir kami”, candanya. Penonton pun bersorak protes sambil mengacungkan jari-jari tengahnya. Akhirnya, sampai lagu “Hospital” yang berposisi ke-13, Bert cs mereka benar-benar hengkang dari panggung. Namun sampling suara sirene terus berjalan hingga personil The USED hadir kembali. Crowds pun memanjatkan doa-doa encore secara berjamaah. Hihihi…

Setelah jeda kurang lebih 10 menit, hanya Bert dan Quinn tampil duo lalu menyejukan massa lewat “On my Own” yang diinstrumenkan dengan gitar akustik. Singalong pun menemani lagu tersebut dari awal hingga selesai. Selanjutnya; “it’s gonna be your last chance…”, jelas Bert sebelum menutup pertunjukan. Kerumunan yang tadinya sudah terlihat tenang, kembali rusuh saat “A Box Full of Sharp Objects” digeber sebagai lagu terakhir. Konser yang berdurasi 1 setengah jam, rasanya belum memaksimalkan kepuasan penonton. Ada pula yang merasa kecewa karena beberapa hits lawasnya tidak dilantunkan, seperti: “Blue and Yellow”, “Hard to Say”, dll. Dari 15 setlist lagu, The USED memang lebih banyak menghadirkan lagu dari album terbarunya, a.l: “Liar, Liar (Burn in Hell)”, “Paralyzed”, “Pretty Handsome Awkward”, “Wake the Dead”, “Hospital”. Termasuk 2 lagu (“Sun Comes up” dan “Pain”) dari EP Shallow Believer yang baru dirilis Februari kemarin.

Mengenai rilisan rekaman, The USED juga terbilang cukup produktif. Tahun ini pun mereka lagi sibuk-sibuknya mempersiapkan materi untuk album (penuh) keempatnya, bahkan demonya sudah direkam sejak Januari sampai Maret kemarin. Rencana album baru nanti akan dirilis akhir 2008 (yang mungkin) berbarengan dengan DVD terbarunya. So, just wait for it.

ALESANA


Mungkin saja puluhan atau bahkan ratusan band emo muncul setiap harinya di planet yang semakin panas ini yang justru kebanyakan dari band-band tersebut hanya terpaku pada style atau fashion dan ketrendian saja. Kondisi yang juga mudah ditemui ditempat saya berada.

Keadaan itu juga yang sembat membuat saya menjudge ALESANA memiliki musik dengan kualitas standard untuk memanfaatkan pasar emo/ post hardcore yang telah terbentuk secara gampangan. Apalagi ALESANA tergolong sebagai salah satu band pendatang baru.

“On Frail Wings of Vanity and Wax” yang saya peroleh adalah versi rilisan ulang yang kali ini beredar via Fearless Records. Yah, sebelumnya album ini lebih dahulu dirilis oleh label baru, Tragic Hero Records pada Juni 2006 lalu.

Apa yang istimewa dari band asal Carolina ini? Apalagi kalau mengingat banyaknya band-band post hardcore yang cenderung didominasi oleh cleaning vocal ala band-band emo.

Sebagai pembuka ada Icarus yang sebenarnya lebih terkesan seperti satu intro dengan balutan melodi piano racikan Shawn Mike. Namun sebelumnya perlu saya ingatkan juga kalau saya memang bukan penggemar berat post hardcore terutama kepada mereka yang banyak memasukkan unsur emo, tetapi bagi saya ALESANA adalah sedikit pengecualian.

Setelah itu ada Ambrosia yang memiliki satu kekuatan komposisi musik yang tidak standard. Poin ini menjadi nilai plus pembeda ALESANA dengan kebanyakan band post hardcore lainnya. Teknik vokal scream ALESANA sedikit mengingatkan saya pada era “Waking the Fallen”-nya AVENGED SEVENFOLD. Sedangkan teknik bernyanyi malah sedikit mengingatkan saya pada gaya bernyanyi THURSDAY ataupun CIRCA SURVIVE.

Banyak lagu yang cukup catchy untuk didengarkan plus balutan melodi riff-riff gitar mereka. Salah satu lagu bagus yang ada di album ini ada Alchemy Sounded Good At the Time yang asyiknya juga ALESANA menghiasi musik mereka dengan meletakkan beberapa bagian growl ala band-band death metal meski bukan menjadi bagian mayoritas.

Di lagu kesebelas, ALESANA menawarkan satu ballad yang mereka namai dengan Temptation of Paris. Jangan berharap menemukan bagian scream ataupun growl. Yang ada disini hanyalah teknik bernyanyi sang vokalis Dennis Lee dibantu permainan pianis Shawn Milke. Meski lagu ini memiliki kekuatan tersendiri terutama pada lirik, namun saya bukanlah penyuka bagian musik tanpa scream ataupun growl. Tak bisa dipungkiri pula, Third Temptation of Paris menjadi salah satu lagu yang paling menonjol di album ini.

Selain itu, ALESANA juga menawarkan ballad lainnya dengan munculnya Early Morning yang berkarakter sama dengan memanfaatkan kekuatan teknik clean voice mereka plus permainan melodi piano.

Sebenarnya di track ketujuh ALESANA telah melakukannya lebih dahulu dengan Apology yang juga menjadi andalan dari On Frail Wings of Vanity and Wax. Hanya pada Apology, Dennis cs tidak ingin terpaku pada bagian cleanning voice saja.

Rilisan ulang ini menawarkan kover dengan 12 halaman yang berisi lengkap photo-photo mereka plus lirik. Melihat foto mereka adalah kondisi yang sangat gampang ditemui pada beberapa pemain screamo. Yakni pemakaian eye liner dan piercing di mulut.

Dan “On Frail Wings of Vanity and Wax” adalah album yang seharusnya dimiliki oleh anak-anak emo/screamo karena band post hardcore ini saya pikir bukan terbentuk karena bagian dari ketrendian saja.